Jakarta, swarabhayangkara.com – Milad ke 4 AJV ( Aliansi Jurnalis Vidio) berlangsun agak beda karena berbau seni dan budaya yang cukup kental. Perayaan di helat di Balai Budaya. JL Gereja Theresia, Jakarta Pusat yang dulu cukup bergengsi dimata pelaku seni dan budaya Tanah Air.
Milad ke 4 diawali dengan pemotongan tumpeng oleh Ketua AJV, Chandra Nz yang kemudian diberikan kepada Sang Begawan Mohammad Sobari.
Acara yang disesaki para jurnalis serta penikmat dan pelaku seni budaya pun berlanjut dengan Pidato Kebudayaan ‘Merawat Kewarasan dan Menumbuhkan Kesadaran Masyarakat Indonesia’. Acara berlangsung guyup di tengah hujan deras. Jumat (2/2/24) malam
Narasumber Dr Mohammad Sobari (Budayawan), Ki Sujiwo Tejo (Budayawan) dan Okky Madasari (Sastrawan dan Sosiolog) hadir menyampaikan Pidato Kebudayaan menyikapi kondisi bangsa saat ini.
Acara diawali dengan sajak yang dibacakan Amien Kamil dan dilanjutkan pidato Okky Madasari.
Okky dalam Pidato Kebudayaan, menyoroti situasi politik Tanah Air yang sarat jual beli, untung rugi seperti ‘martabak politik’.
“Martabat poltik bangsa ini terkoyak karena adanya ‘martabak politik’ yang mengedepankan unsur untung rugi. Martabak politik milik anak muda yang dipaksa berkuasa karena nafsu pak lurah,” paparnya.
Itu semua, kata dia, jelas merusak tatanan poltik bangsa dan telah mengecewakan rakyat. Menurutnya, legitimasi penguasa telah runtuh di mata rakyat.
Akan halnya budayawan yang juga pedalang dan pemain film, Sujiwo Tejo yang tampil eksentrik dengan memainkan saxophone sebagai pembuka orasinya. Ia tegaskan kalau saat ini ia mengaku tidak memiliki rasa kecewa yang tinggi terhadap penguasa.
“Jujur aja. Sekarang ini saya tanpa beban seperti teman teman-teman lainnya, karena dulu saya memang tidak pernah menaruh harapan yang begitu tinggi terhadap pemerintahan saat ini. Sejak mulai dilantik hingga akan berakhir. Boro-boro berdialog, diundang ke istana saja saya tidak pernah. Termasuk vaksin di istana,” ungkapnya sambil terkekeh.
Sementara itu, Sang Begawan Kebudayaan Nusantara, Dr Mohammad Sobari, yang akbrab disapa Kang Sobari mengatakan, kebudayaan adalah sistem atau simbol, atau bisa beraneka macam sebutan. Sangat luas dan beraneka.
Dalam Pidato Kebudayaannya, sohib kental Gusdur ini menilai budaya sebagai identitas yang lengkap dalam diri tiap manusia.
“Bagi saya lirik bukan puisi. Puisi dunia yang lain lagi. Tapi lirik juga bisa membangkitkan semangat jiwa. Dan etika melahirkan budi pekerti,” katanya berapi- api.
Menyikapi kondisi kekinian bangsa yang saat ini lagi hangat-hanganya, Kang Sobari menilai itu semua seperti sebuah nilai budaya saja. Sudah biasa hal itu terjadi.
“Realitasnya di dunia ini yang namanya kebudayaan itu jatuh bangun. Dimana pun begitu. Bukan sesuatu yang baru. Jangan ditangisi karena itu sebuah proses dan akan terus berlanjut. Selalu akan ada harapan baru. Harapan adalah roh kehidupan. Jadi jangan bersedih karena selalu akan ada harapan baru. Jangan nangis-nangislah. Bangkit dan bangkit,” pungkasnya disambuat gelak dan tepuk tangan mereka yang hadir.
Sayang Butet Kartarejasa yang sedang bermasalah itu baru nongol di ujung acara. Lalu pertanyaannya, apakah yang tercetus dari para budayawan, intelektual, aktivis adalah sebuah kebenaran yang absolut? Belum tentu juga seperti itu. Perjalanan sejarah bangsa ini sudah menunjukannya. Sebab bukan suatu kemuskilan kalau para budayawan, kaum cendekia dan para aktivis itu merupa politikus kan?
Ncank Mail