Jakarta, swarabhayangkara.com – Rencana pemotongan durasi masa tinggal jemaah haji di Tanah Suci menjadi langkah yang didukung banyak pihak demi menekan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) agar lebih terjangkau. Langkah ini dianggap sebagai solusi progresif yang tidak hanya meringankan beban biaya jemaah tetapi juga berpotensi memperbaiki tata kelola dana haji secara berkelanjutan.
Seorang narasumber menyampaikan bahwa selama ini pengurangan BPIH sering kali hanya mengandalkan besarnya subsidi dari nilai manfaat yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Hal ini dinilai kurang kreatif dan berpotensi merugikan jemaah haji yang masih dalam masa tunggu (waiting list).
“Subsidi dari nilai manfaat sebenarnya bukan berasal dari pemerintah, melainkan dari return investasi dana haji para jemaah. Jika subsidi terlalu besar, maka jemaah tunggu yang belum berangkat akan dirugikan,” ujar narasumber.
Beliau juga menambahkan bahwa penggunaan dana nilai manfaat yang berlebihan untuk subsidi jemaah yang berangkat tahun ini bisa mengakibatkan habisnya dana pokok yang seharusnya juga menjadi hak jemaah masa tunggu. “Jika nilai manfaat dihabiskan untuk subsidi sekarang, jemaah masa tunggu bisa kehilangan haknya, bahkan dana pokok pun terancam tergerus,” katanya.
Rencana pemangkasan durasi masa tinggal ini dianggap sebagai langkah yang lebih adil dan berkelanjutan dibandingkan hanya mengandalkan subsidi dari nilai manfaat. Namun demikian, kualitas layanan terhadap jemaah haji diharapkan tetap terjaga atau bahkan ditingkatkan meski durasi masa tinggal dikurangi.
“Penyusunan BPIH harus mempertimbangkan aspek proporsionalitas dan keberlanjutan keuangan haji. Jangan sampai ada ketimpangan atau mengorbankan hak jemaah yang masih dalam daftar tunggu,” tegasnya.
Langkah ini diharapkan dapat memberikan keseimbangan antara efisiensi biaya dan kualitas pelayanan sehingga ibadah haji dapat dilakukan dengan lebih nyaman dan terjangkau bagi seluruh calon jemaah.
Ncank Mail