ENTERTAIN

Logo dan Mimpi: Ketika Garis dan Warna Menjadi Gerbang ke Dunia Sinema

98
×

Logo dan Mimpi: Ketika Garis dan Warna Menjadi Gerbang ke Dunia Sinema

Sebarkan artikel ini
Spread the love

Jakarta, swarabhayangkara.com – Di tengah gemuruh kota yang tak pernah benar-benar sunyi, saat malam mulai menggambar bayangan di dinding kamar-kamar kreatif, ada panggilan halus yang menggoda:
Maukah karyamu tersemat bersama sineas top Indonesia? Keren kan bisikannya? 

Bukan undangan ke gala premier, bukan pula tiket menonton film gratis. Ini lebih dalam dari sekadar duduk di kursi penonton. Ini tentang menjadi bagian dari sejarah—melalui satu lambang, satu garis, satu nyala gagasan: logo Festival Film Wartawan (FFW) 2025.

Ketika layar bioskop masih menunggu tirai dibuka, FFW memulai langkahnya bukan dari cahaya proyektor, tetapi dari pangkuan para perupa, ilustrator, dan pemimpi yang mengisi malam dengan kursor dan kopi hitam. Lomba Cipta Logo FFW 2025 adalah prolog sunyi yang sedang mencari bentuk: visual yang mampu menuturkan esensi festival film dari sudut pandang wartawan.

“Festival ini bukan milik satu profesi saja,” ujar Benny Benke, Ketua Panitia FFW 2025. “Kami ingin siapa pun merasa punya ruang dan kontribusi, bahkan dari sisi visual.”

Ya, festival ini lahir bukan dari suara-suara aktor, melainkan dari ketikan para jurnalis yang melihat film bukan sekadar hiburan, tapi cermin zaman, kritik sosial, dan serpihan realitas.

Maka logo yang dicari pun bukan sekadar indah atau mewah. Ia harus bernapas. Harus punya makna. Harus bisa berkata-kata, walau tanpa suara. Ia adalah wajah dari ruang apresiasi yang kritis dan jujur, penuh cinta pada sinema Indonesia yang tak henti tumbuh.

Di ajang ini, orisinalitas bukan hanya syarat teknis—ia adalah jiwa. Tak boleh ada salinan, tak boleh ada karya AI yang dingin tanpa rasa. Setiap goresan harus lahir dari tangan dan hati manusia. Setiap karya harus membawa narasi: mengapa bentuk ini, mengapa warna itu, dan bagaimana semuanya menyatu menjadi semangat FFW yang bebas dan merdeka.

Tak perlu gelar desainer, tak perlu studio mahal. Yang diperlukan hanyalah imajinasi, keberanian, dan selembar kanvas digital. Formatnya cukup PNG atau JPEG beresolusi tinggi. Judul file pun sederhana: Nama Pembuat_Judul Logo. Karya dikirim lewat Google Drive, dan siapa tahu, logo itu kelak akan menjadi bendera visual dari festival yang diperbincangkan di mana-mana.

Lomba dibuka mulai 17 Juli hingga 31 Juli 2025. Hasilnya akan diumumkan pada 6 Agustus 2025. Tersedia hadiah total Rp15 juta—Rp12 juta untuk pilihan juri, dan Rp3 juta untuk logo favorit publik.

Namun lebih dari hadiah, yang ditawarkan adalah kesempatan: untuk hadir dalam bentuk, untuk abadi dalam ingatan festival. Logo yang terpilih akan tampil di panggung acara, katalog, backdrop, hingga poster resmi. Dan mungkin—siapa tahu—tersemat di piala yang diangkat oleh sineas terbaik negeri ini.

“Siapa tahu logo yang kamu buat nanti jadi backdrop saat para sineas menerima penghargaan tertinggi di FFW,” kata Benny, dengan nada yang seakan ingin berkata: Semua bisa terjadi, selama kamu percaya pada coretanmu.

Festival Film Wartawan 2025 memang belum digelar. Tapi denyutnya sudah terasa. Bukan dari film-film yang tayang, tapi dari sketsa di kertas kusut, dari layar laptop yang menyala sampai dini hari, dari impian kecil tentang menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar.

Karena dalam dunia yang penuh suara, kadang satu bentuk diam bisa berkata jauh lebih dalam.
Dan mungkin, logo buatan kamu adalah suara itu.

NMC