NASIONAL

Komisi VII DPR minta sistem perizinan usaha OSS libatkan pemda

32
×

Komisi VII DPR minta sistem perizinan usaha OSS libatkan pemda

Sebarkan artikel ini
Spread the love

 

Jakarta, 06/11  – Wakil Ketua Komisi VII DPR Evita Nursanty meminta sistem perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik atau Online Single Submission (OSS) harus terintegrasi dengan pemerintah daerah, tidak hanya pemerintah pusat.

Hal tersebut harus dilakukan karena belakangan ini banyak terjadi persoalan di lapangan antara para pelaku usaha, salah satunya di bidang pariwisata yang mengalami permasalahan dengan pemerintah di bidang penggunaan lahan.

“Yang paling memahami tata ruang pariwisata itu kan pemerintah daerah (pemda). Komisi VII akan memperjuangkan perbaikan sistem perizinan pada OSS agar pelaksanaannya selaras dengan tata ruang dan kewenangan pemerintah daerah,” kata Evita dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

OSS merupakan sistem perizinan berusaha yang diterbitkan lembaga OSS melalui elektronik terintegrasi. Saat ini, seluruh perizinan berusaha di berbagai sektor usaha harus diurus dan diterbitkan melalui OSS.

Walau terkesan modern, Evita menyayangkan sistem perizinan OSS yang sepenuhnya otomatis telah menghilangkan peran pemerintah daerah. Bahkan melalui OSS ini, izin bagi penanaman modal asing bisa terbit tanpa verifikasi pihak kabupaten atau kota.

Evita mencontohkan sejumlah kasus di berbagai daerah yang muncul akibat lemahnya sinkronisasi antara izin pusat dan tata ruang daerah, salah satunya di Bali, karena banyak vila dan resort berdiri di kawasan konservasi dan zona pertanian produktif.

Akibatnya, menurut Evita, muncul konflik kewenangan dan degradasi lingkungan yang berdampak pada pembangunan berkelanjutan di daerah.

“Kalau izin tidak selaras dengan rencana tata ruang dan daya dukung lingkungan, yang rusak bukan hanya alamnya, tapi juga ekonomi kreatif dan keberlanjutan pariwisata daerah,” jelas Evita.

Oleh karenanya, dia meminta pemerintah mengevaluasi sistem OSS ini agar tidak terjadi pergeseran wewenang yang bisa merusak iklim usaha di daerah.

(antara)